Petang itu
wajah Afisa meredup bak remang malam yang mulai datang menyapa senja. Afisa,
seorang santriwati pondok pesantren yang "mewah", mepet sawah bernama
Pondok HIRMA. Dua tahun yang lalu ia tiba di pondok itu dengan semangat penuh
juang dan hati bersuka riang. Parasnya amat ceria, memancarkan pesona jiwanya yang sholeha. Balutan
jilbab lembut yang menutup kepala, menandakan ia benar benar gadis yang
hidupnya penuh makna. Matanya begitu tajam menatap misteri masa depan yang masih luas membentang.
Langkahnya pun begitu mantap, tuk menggapai harpan yang ia gantungkan jauh
diatas atap.
Tapi petang
itu, ada yang lain bergejolak pada dirinya. Jiwanya galau, resah tak tentu
arah. Hatinya bimbang, dengan apa yang ia alami akhir-akhir ini. Ada perasaan
lain yang hadir menyirami sekujur tubuh dan raganya. Perasaan yang tiba-tiba
hadir dan tak kuasa ia usir. Tak diduga ia punya rasa kepada seseorang di
pondok sebrang, di pondok HIRMA putra. Rasa yang ketika ia hanyut padanya,
hatinya turut berbunga. Jiwanya pun melayang bak menari di atas awan.